CERPEN ONLY YOU


CERPEN

ONLY YOU



Hari minggu, pukul 09.00 tepat. Aku bertemu dengannya di taman. Seseorang yang kini menjadi bagian dari kenangan hidupku, sedang kurindukan.
Mataku bergulir melihat jalanan perkarangan rumahku di pagi hari ini. Lewat jendela kamarku di lantai dua ini, rasanya aku bisa melihat seisi keindahan alam. Terlihat anak-anak yang sedang berlarian di bawah sana. Dengan cerianya, mereka berlari sambil berseru kegirangan.
Mataku beralih kepada seseorang yang sedang berjalan lurus, lalu, berbelok ke rumahku. Aku dapat melihatnya dari atas sini, ia menganakan baju biasa saja. Mataku menyipit untuk melihat wajahnya, tapi sudah terlambat, ia sudah masuk ke teras rumahku yang tak dapat kulihat lagi.
Rasa penasaranku terus bertambah besar. Lalu, aku berlari menuruni tangga menuju teras. Kudengar ibuku membuka pintu dan langsung tertawa senang karenanya. Kupercepat langkahku agar segera sampai di teras.



Deg!
Aku terpaku di ujung teras. Mataku membesar seraya detak jantung yang berdetak sangat kencang.
Aku bertemu dengannya.
Aku bertemu dengannya lagi.
Seseorang yang aku rindukan.
Aku segera berlari dan menuju kearahnya.
Waktu pun berlalu, di ruang teras ini, aku berbicara banyak dengannya. Suatu ketika ada insiden yang tidak aku inginkan, dia mendapatkan telepon dari temannya, dan harus bergegas lagi ke rumahnya.
         
          Keesokan harinya…
Pagi-pagi aku sudah rapi untuk berangkat ke sekolah. Sesampainya aku disekolah, bel sudah berbunyi. Bergegas lah aku kekelas.
Jam pertama pelajaran telah usai, dilanjutkan jam kedua dan seterusnya. Dan pada akhirnya bel istirahat berbunyi. Aku berjalan menuju kantin bersama Rizka-sahabatku. Kami duduk berhadapan di kantin dan memesan dua porsi nasi kuning untukku dan Rizka.



Disela menunggu pesanan datang, aku menceritakan pertemuanku dengan dia di rumah kemarin.
“wah, pantesan aja kamu senang banget gitu,” ucap Rizka yang antusias Mendengar ceritaku. “iya dong, senang banget!” ucapku. “eh beneran dia itu cuma teman kamu doang?” aku menganggukkan kepala sambil menerima pesananan yang dibawa oleh temanku.
Ramainya kantin ini menyelimuti kami yang sedang fokus melahap nasi kuning.
          “oh iya, kamu masih sama fauzan?”tanya Rizka. “masih,”jawabku datar. “gimana sama fauzan?”. “gitu-gitu aja,”sahutku masih dengan nada datar. “gitu gimana?”. “udahlah, gausah kepo,”kataku sedikit marah. “tuh kan. Pasti setiap bahas fauzan, kok, kamu jadi males gitu?”.  “hah? Emang keliatan banget ya?”batinku sambil menatap Rizka. “keliatan banget tahu!” sahut Rizka bagaikan tahu isi kepalaku.
Disaat sedang bercakap-cakap, kami berhenti sejenak. Selepas itu Rizka melanjutkan percakapan yang tadi.
          “Denger, ya.”Rizka menaruh sendoknya di piring, lalu fokus menatapku. “hmm?”aku pun berhenti makan dan fokus mendengar setiap perkataan Rizka. “disaat kamu suka sama seseorang, apapun yang kamu lihat akan berwarna. Bintang-bintang di langit pun akan bersinar. Hati dan pikiran kamu juga pasti Cuma tertuju ke orang itu, dan kamu bakalan damai dan bahagia selama mengingatnya.”… “woah, kamu tahu dari mana Riz?”…”ah, gak penting itu.”ujar Rizka. “eh?Hahaha.”

          Kami pun tertawa berasama, lalu, menghabiskan makanan di piring kami masing-masing.
          Cahaya jingga mulai menyelimuti langit ini. Seperti biasa, aku memandangi rumah-rumah dari jendela kamarku. Pemandangan sore ini sangat indah, aku bisa melihat burung-burung beterbangan di langit sore ini bagaikan melihat sunset.
Terlintas di benakku ucapan Rizka tadi siang. Tapi bagiku, ini tak semudah yang Rizka katakan. Aku masih bingung dengan dua orang yang ada di kepalaku. Kalau aku benar-benar menyukai satu orang, pasti aku tak akan kebingungan seperti ini.

          Matahari sudah mulai tenggelam. Anehnya, bagiku, semua terasa indah saat langit kebiruan datang. Padahal, semua biasa saja seperti hari-hari lainnya. Ah, ngapain dipikirin, yang penting aku senang.
Keesokan harinya
Bel pulang sekolah yang telah kutunggu-tunggu akhirnya berbunyi. Dengan gembira, kurapikan semua peralatan tulis dan buku-buku ke dalam tasku. Lalu, berjalan ke gerbang sekolah. Dan jalan secepat mungkin untuk sampai di rumah.  
Setibanya ku di rumah, aku langung masuk ke dalam kamar dan melempar tasku ke atas kasur. Setelah itu, aku keluar dari kamar menuju ke kamar mandi untuk mencuci kaki terlebih dahulu dan selepas itu, aku makan dan makanan itu aku bawa ke kamar.

Setelah aku di kamar, aku melihat notif yang sudah banyak di handphoneku. Dan langsung ku buka handphone itu dan melihat siapa yang ngespam chat begitu banyaknya. Setelah aku lihat, ternyata, notif yang begitu banyak dari fauzan. Entah mengapa dia ngespam chat aku, dan buru-buru aku balas.
Beribu-ribu kata yang aku ketik di handphone, suatu ketika obrolan kami berakhir, dan kami sekarang sudah tidak seperti dulu lagi. Akan tetapi kami sekarang hanya sebatas teman.
Langit jingga berubah menjadi kebiruan, lalu, berganti dengan langit hitam singgah bersama bintang-bintang kecilnya. Aku pun keluar dari kamar menuju ke teras. Entah mengapa hati ini menjadi sakit, setelah kami mengakhiri semua ini. Kenangan-kenangan yang sering kita lalui bersama, tapi akan berakhir seperti ini. Akan tetapi, ada yang menganjal di hati ini. Hati ini seolah-olah bahagia karena bisa mengakhiri hubungan ini. Tapi di lain sisi, aku susah untuk menerima semua ini.
Dan suara Rizka terdengar lagi di benakku.
Disaat kamu suka sama seseorang, apapun yang kamu lihat akan berwarna. Benar. Jalanan ini, langit ini, lampu yang remang ini, bahkan, udara yang kuhirup, semua terasa berwarna. Semuanya indah meskipun aku sedang menangis.
Tangisku masih mengalir dengan deras di teras rumah ini. Air mata ku terus berjatuhan membasahi pipi ini.


“maaf…”
Maaf, karena telah mencintai dirimu yang tidak sepenuh hati ini.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ALIRAN ROMANTISME

BIODATA MINGYU

KEBAKARAN